Rabu, 18 Februari 2009

CEDERA PEMAIN ITALIA JELANG EURO, MOMOK BAGI ITALIA???

CEDERA PEMAIN ITALIA JELANG EURO, MOMOK BAGI ITALIA???

eL_ridho*

Euro 1996 tidak ada nama Roberto Baggio di barisan depan Italia, yang waktu itu Arrigo Sacchi sabagai allenatore-nya. Kala itu dia tidak memasukan Baggio karena belum pulih dari cedera dan kalah bersaing dengan juniornya, Alesandro Del Piero. Padahal, dua tahun sebelumnya, Baggio menjadi aktor utama yang meloloskan Italia ke final Piala Dunia 1994. Tapi, gara-gara penaltinya meleset, Italia menyerah dari Brazil. Baggio sekaligus bintang Italia dekade 1990-an yang tak pernah berlaga di putaran final Euro.

Euro 2000 Gianluigi Buffon sudah diplot sebagai kiper nomor satu Italia. Tapi, dia mengalami cedera patah tangan hanya delapan hari sebelum turnamen atau uji coba lawan Norwegia. Posisinya digantikan Fransesco Toldo. Pada even itu juga Itali kalah dari Prancis lewat golden golnya Trezeguet.

Euro 2006 Italia kehilangan striker Filippo Inzaghi yang mengalami cedera lutut dan engkel. Padahal, pemain berjuluk super Pippo itu baru saja mengantarkan AC Milan menjadi scudetto Serie A musim 2003-2004, plus gelar Liga Champion, Piala Super Eropa, dan Coppa Italia (ketiganya pada 2003). Pada even lima tahunan ini Italia hanya sampai pada babak penyisihan. Wallahua’lam.

BLUE ISLAND 06-06-08

09:20

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia angkatan ‘07.

JOGJA “BUKAN” KOTA FREE SEX Banyak riset ngawur!

JOGJA “BUKAN” KOTA FREE SEX

Banyak riset ngawur!

eL_ridho*

Nila setitik, rusak susu sebelangga. Pribahasa itu tepat untuk menggambarkan peta kota Jogja serta prestise mahasiswa Jogja tercemar. Sebuah majalah di ibu kota menulis tarif mahasiswi kota Jogja Rp 1-2 juta sekali kencan. Kalimat tersebut menegaskan jelas mahsisiwi Jogja yang datang dari bebrbagai daerah ternyata punya misi ganda. Selain kuliah, juga ‘nyambi’ jualan tubuh. Fenomena ini memang bukan hal baru. Pergaulan anak muda sekarang menafikan norma-norma. Melakukan hubungan seks sebelum nikah, seperti tidak tabu lagi. Maka, jika ada berita mahasiswi ‘jualan’ daging bukan isapan jempol. Memang nyata ada.

Seorang pelajar yogya, Eko Sulistyo, awal 80-an, pernah melakukan penelitian tentang kumpul kebo, yang membikin geger itu. Penelitian itu membuka mata banyak orang. Tidak terduga sama sekali. Meski sebuah realitas yang patut di sayangkan, isu kumpul kebo kalangan mahasiswa, sempat bikin tercemar kota Jogja. Banyak orang tua yang ngeper. Takut mengkuliahkan anaknya ke Jogja. Beberapa tahun lalu, Iip Wiajyanto, merilis penelitian yang tak kalah menarik dan menggemparkan yaitu ‘97,05 persen mahasisiwi Jogja sudah tidak perawan’. Hal ini tidak membuat kaget di kalangan penididk saja tapi orang tua calon mahasiswa yang awalanya ingin memasukan anaknya ke kota budaya ini merasa ketakutan luar biasa karena isu tersebut. Mereka berpikir, bila anaknya kuliah di Jogja, kemungkinan akan terpengaruh pergaulan. Ending-nya, jadi hilang keperawananya, seperti yang di ungkapkan Iip itu.

Oknum mahasisiwa yang kebablasan memang ada. Namun jika mengacu temuan Iip yang 97,05 persen itu, sangat berlebihan. Karena tidak mewakili keseluruhan mahasiswa. Wajar jika kemudian banyak yang melakuakn protes atas temuan yang di anggap sangat tidak valid dan amatiran itu. Prof. Drs Koentjoro MBSc, Ph.D, tak menampik ada mahasisiwa yang terlalu jauh perbuatannya. Jika ada mahasiswa yang melacur, menurutnya, di pengaruhi beberapa hal. Antara lain tidak ada kontrol orang tua, bentuk kaksih sayang dari orang tua hanya sekedar pemenuhan materi saja, kasih sayang dan perhatian minim di berikan. Hal kedua yaitu lingkungan. Yang ketiga tergantung setiap individu. Bergaul dengan kawan yang seperti apa, menjadi sebuah pilihan. Teknologi internet membuat kematangan seksual seseorang lebih cepat dan rasa ingin tahu pun semakin tinggi. Hal ini bisa menyebabkan seks pra nikah yang berujung pada pelacuran.

Melacur berbeda dengan melakukan hubungan badan dengan pacar. Melacur berarti menjual kehormatan sekaligus harga diri. Secara biologis, usia 19 tahun ke atas sudah mencapai tahap seksual mature. Jika kontrol diri lemah dapat menyebabkan kontrol terhadap seks meningkat, hal ini di ungkapkan oleh psikolog sosial UGM. Dalam pandangan Koentjoro, imej Jogja sebagi kota pendidikan sedikit terimbas dengan adanya mahasiswa yang melacur. Namun tidak bebrpengaruh bagi mahasiswa yang tidak melakukannya. Namun penulis buku On The Spot ; Tutur dari Seorang Pelacur ini, menganggap penelitian Iip Wijayanto mengenai keperawanan mahasiswi yogya, sungguh tidak memenuhi syarat. Baik secara teoritis, metodologi maupun penelitian subjek. Penelitain itu tidak sesuai jalur dan bisa saja di tuntut pihak yang berkepentingan seperti Dewan Pendidikan. Penelitian itu cukup memberi pengaruh dan banyak orang tua yang tersentak. Namun hal itu tetap tidak mengurungkan niat untuk tetap percaya untuk menyekolahkan putra-putrinya di Jogja. ”Yang terpenting berkata tentang kebenaran. Jangan mencari sensasi maupun popularitas, sebab memnberi dampak yang luar biasa. Saya tidak percaya dengan hasil penelitian itu”, ungkap Koentjoro.

Koordinator Kopertis Wilayah V DIY, Prof. Dr. Ir Budi Santoso Wignyosukarto Dipl HE, juga tak melihat banyak pengaruhnya. “Ini dapat di buktikan dengan melihat angka partisipasi kasar (APK) jumlah masyarakat yang berusia 19-24 tahun yang kuliah di DIY lebih banyak (63 persen) ketimbang DKI (60 persen). Hal ini dapat di jadikan parameter bahwa masih banyak yang ingin melanjutkan pendidikan di Jogja. Total mahasiswa Jogja sekitar 146 ribu mahasiswa dengan 529 program studi”, kata Budi. Iip sendiri ketika di konfirmasi tentang adanya keengganan orang tua melepas anaknya ke Jogja, karena membaca hasil penelitiannya, menjawab singkat. “Ada penagruhnya tapi sedikit.” Memang tidak semua terpengaruh. Masih ada yang punya pikiran logis, bahwa penelitian itu tidak valid. Tidak mewakili secara keseluruhan. Namun yang ketakutan pun tetap ada. “Teman saya, dulu ingin kuliah ke Jogja. Tapi dilarang mamanya. Gara-garanya, bukunya Iip itu”. Ucap Via, mahasisiwi PTS di Jogja utara asal Palembang.

Lepas dari norma masyarakat dan agama, menjual diri memang urusan pribadi. Banyak faktor yang melatarbelakanginya. Ekonomi salah satunya. MP pernah dicurhati seorang mahasiswi asal Sulawesi, yang akhirnya terjerumus dalam dunia esek-esek. ‘Aku hidup sendiri di sini, orang tua tidak pernah kirim uang, rumahku di pedalaman. Terpaksa aku begini demi mempertahankan hidup,” ucap cewek berambut sebahu, yang kesehariannya suka bercelana panjang. Alasan itu bisa logis. Tapi kalau menyangkut orang banyak, terlebih menjual diri juga banyak akan memunculkan tuduhan massal. Stigma, bahwa kebanyakan mahasisiwi selalu begitu. Fenomena ini yang harus di sadari siapa saja. Terutama yang yang melakukan penelitian semacam Iip atau Eko.

Oknum adalah oknum. Tidak bisa mewakili semuanya. Jika ada sekelompok mahasiswi jual diri, tidak bisa menyeret semua mahasiswa/i Yogya. Wallahu’alam.

Blue island 04-06-08.

09:46

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia angkatan ’07.

REVITALISASI dan URGENSI NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM QURBAN

REVITALISASI dan URGENSI NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM QURBAN

Oleh : Ali Ridho*

Dan Telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.

(QS Al Hajj : 36)

PROLOG

Qurban merupakan suatu aktivitas ibadah masyarakat Muslim dalam bentuk penyembelihan hewan ternak pada hari raya Idul Adha yang tatacaranya diatur menurut kaidah syariah Islam. Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam di seluruh dunia juga selalu digembirakan oleh kehadiran Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban. Dalam telisik lughah (etimologis), kurban berasal dari akar kata qaruba-yaqrubu-qurbaanan yang berarti dekat. Biasanya, dalam bahasa Arab, suatu kata yang diakhiri dengan alif dan nun menyiratkan arti kesempurnaan. Untuk menggambarkan kesempurnaan ini, pertama kali bisa kita identifikasi pada binatang yang akan disembelih yang memang mesti sempurna. Dari sisi substansi, seseorang yang berkurban tidak boleh setengah-setengah, harus total, dan ikhlas. Sementara dalam perspektif fikih, kurban memiliki makna ritual penyembelihan hewan ternak yang telah memenuhi kriteria tertentu dan dilakukan pada waktu tertentu pula, yaitu 10-13 Dzulhijjah.

PESAN SOSIAL DALAM QURBAN

Sebagai salah satu media syiar dakwah isalamiyah, qurban juga memiliki nilai-nilai dan tujuan yang sangat fundamental dalam tatanan kehidupan masyarakat yang plural seperti negeri ini. Secara substansial, tujuan kurban bukan sekadar ritual menyembelih hewan qurban, memasaknya, lalu memakannya secara massal dengan pesta sate, gulai, ataupun sejenisnya . Sejatinya ibadah kurban menyiratkan pesan penting untuk membantu kesulitan orang lain. Pesan substansial dari sebuah ritual inilah yang semestinya kita teguhkan, bukan prosesi ritual itu sendiri yang diberi porsi perhatian berlebih. Jika diasumsikan bahwa semangat hari Idul kurban bersifat dinamis, maka sesungguhnya ia tidak berhenti pada semangat untuk menumbuhkan kesalehan ritual individual, tetapi harus berorientasi pada terwujudnya kesejahteraan sosial. Apalagi kalau melihat parameter sosialnya, dimensi sosial ini menempati porsi yang sangat besar dalam sistem ajaran Islam. Oleh karena itu revitalisasi dalam membantu sesama seyogyanya bukan hanya pada moment idul qurban saja melainkan sepanjang tahun, yaitu selagi kita diberi kesempatan untuk bernafas oleh sang khaliq.

Selain itu Qurban adalah bentuk taqarrub (usaha mendekatkan diri) kepada Allah SWT karena kasih sayang kita pada sesama manusia, terutama pada golongan fakir miskin yang membutuhkannya. Mudah-mudahan dengan kegiatan ini hubungan batin dan persaudaraan antara golongan yang berkecukupan dengan golongan yang tidak berkecukupan akan terjalin dengan erat. Menyayangi sesama manusia pada hakekatnya mengundang rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT dan seluruh makhluk-Nya yang ada di langit, sehingga ibadah vertical akan lebih bisa terjalin secara konstant dan hubungan horizontal bisa akan semakin dekat sesuai dengan makna qurban itu sendiri.

URGENSI ‘BERKORBAN’ DALAM KONTEKS KEKINIAN dan KEDISINIAN

Sebagi salah satu produk Syariah Islam qurban atau korban mengandung konsekwensi mengikat setiap Muslim untuk menjalankanya jika mampu sebagai sunah mu’aqad (dikuatkan, ditekankan untuk dilaksanakan, hampir menyamai ibadah wajib), Adanya syariah Qurban dalam Islam merupakan salah satu bentuk real (nyata) kalau Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin, membawa rahmat universal untuk semua manusia dan menjadikannya pembeda yang meneguhkan keunikan serta keunggulan apabila dikomparasikan dengan ajaran maupun agama lain. Melihat fenomena Qurban yang yang merupakan perintah Tuhan sudah barang tentu berqurban jelas berdimensi sosiologis-humanis dalam rangka mengkristalkan rasa kemanusiaan dan mengasah sensitivitas nurani sosial manusia. Ini artinya, keyakinan menjalankan perintah agama seharusnya berdimensi sosial universal. Jika tidak, manusia akan dituduh oleh Tuhan sebagai pendusta agama, karena tidak mampu mewujudkan nilai-nilai sosial, hal inilah yang pernah di argumentasikan oleh Mukhaer Pakkanna.

‘Sesungguhnya telah kami karuniakan kepadamu kenikmatan yang berlimpah. Maka, salatlah untuk tuhanmu dan berkorbanlah’ (QS Al Kautsar : 1 dan 2), begitulah salah satu firman allah yang menyerukan untuk berkorban. Dalam konteks sekarang ini fenomena berkorban relatif mudah kita jumpai, apalagi menjelang pergulatan politik, seperti pilkada, pilgub, ataupun pilpres 2009 sekalipun. Banyak orang-orang yang memiliki kepentingan rela menggelontorkan harta bendanya demi mempopulerkan eksistensinya dipanggung perpolitikan, harapanya tentunya sangatlah jelas yaitu agar mereka bisa dikenal dan dapat menarik simpati publik, sehingga nantinya bisa mendulang suara terbanyak dan memenangkan pertarungan politik. Tetapi hal serupa mungkin sedikit sekali kita temukan pada orang yang rela berkorban untuk orang banyak dengan ikhlas tanpa harus menimbang untung ruginya dan implikasi yang akan diperolehnya, sehingga berkorban yang kita lihat menjelang pemilu ini menurut hemat penulis hanyalah sebuah pengorbanan yang sia-sia karena didalamnya sudah terbangun adanya sifat pamrih atas pengorbanannya. Sebuah kesimpulan yang dapat diambil dari berkorban pada masa kekinian dan kedisinan adalah hanyalah menginginkan timbal balik alias pamrih, hal inilah yang membedakan dan sagatlah kontras dengan apa yang telah dicontohkan oleh nabi Ibrahim AS. Namun ada dimensi lain ketika di tuntut untuk berkorban yaitu tidak selamanya pengorbanan itu harus bentuk yang nyata (hewan hurban) seperti yang ada pada umumnya, artinya kita bisa berkurban dengan apa yang kita miliki untuk dikorbankan dan mampu untuk melaksanakannya. Contohnya orang yang memiliki ilmu, dia bisa mengajarkannya kepada yang membutuhkannya, bukankah itu juga merupakan salah satu bentuk pengorbanan yang positif.

EPILOG

Sedikit flashback ke zaman nabi Ibrahim, beliau rela mengorbankan putranya Ismail yang pada akhirnya diganti dengan seekor domba sebelum prosesi penyembelihan terjadi. Akan tetapi nabi Ibrahim dan Ismail sama ikhlas dengan apa yang diperintahkan tuhannya yang semata-mata demi kemaslahatan umatnya. Artinya disini esensi berqurban sendiri adalah untuk menjalin hubungan horizontal antara satu dengan yang lainnya untuk selalu membantu dan memberikan sebagian rizqi lebih yang didapatnya, sehingga implikasinya keharmonisan akan tercipta antara si ‘kaya’ dengan si ‘miskin’. Semoga semangat berqurban akan selalu ada pada diri kita semua dan selalu ada damanpun dan kapanpun, sehingga sakralitas qurban akan berjalan secara kontinuitas ditengah globalisasi yang tak bisa kita beri sekat-sekat dalam kedinamisannya. Pada muaranya kita sebagai umat rasulullah SAW yang diperintahkan untuk mengikuti perintah nabi Ibrahim AS akan tetap ada dan terus kita jalankan. Sesuai dengan firman allah SWT dalam surat Ali Imran yang artinya : “Katakanlah: "Benarlah (apa yang difirmankan) Allah". Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.(QS. Ali Imron : 95)

Wallahu’alam…

*Mahasiswa Fak.Hukum Universitas Islam Indonesia angkatan 07.


Sehari 1.174 Orang Mati karena Rokok!!!

Sehari 1.174 Orang Mati karena Rokok

Oleh: eL_ridho*

Ini merupakan angka yang sungguh sangat fantastis berarti sekitar 1.174 orang meninggal setiap hari atau sekitar 427.948 karena di sebabkan oleh rokok. Data tersebut di ambil dari Badan Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (TCSC-IAKMI), separuh kematian ini terjadi pada usia produktif, memang saat ini, rokok merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia. Bahkan dari data World Health Organization (WHO) sekitar 5,4 juta orang di perkirakan meninggal disebabkan rokok.

FAKTA DI JOGJA

1. Tahun 1995, jumlah perokok pemula laki-laki sekitar 45%. Tahun 2000 jumlah yang meninggal menjadi 60%.

2.aKecenderungan merokok di kalangan remaja perempuan naik dari 5% pada tahun 1995, menjadi 15% pada tahun 2000.

3.aSebanyak 19,9% dokter di Jogja adalah perokok, sedang 7,1% dokter wanita di Jogja juga mengaku pernah merokok, penelitian ini di lakukan pada 481 dokter.

Melihat fakta di atas tentunya sangatlah miris bagi kita semua, mengingat seruan tentang bahaya merokok telah di lakukan di mana-mana. Tapi hasilnya juga belum nampak menggembirakan. Kalau hal ini tetap di biyarkan, entah berapa jiwa yang akan kehilangan nyawanya dalam satu bulan. Wallahua’lam.

BLUE ISLAND 04-06-08

11:43

*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Angkatan ’07.